Jumat, 31 Maret 2017

Boarding School POMOSDA

                 Full day school merupakan sistem pendidikan yang kini tengah diterapkan oleh pemerintah, dengan alasan agar siswa dapat memiliki kegiatan bermanfaat setelah melakukan kegiatan belajar mengajar kondusif di sekolah, selain itu dikhawatirkan jika siswa melakukan kegiatan menyimpang ketika berada di luar sekolah sekolah.

Secara tidak langsung sistem pendidikan ini meniru sistem pendidikan boarding school, yaitu sistem sekolah dengan asrama, di mana para siswa dan guru serta pengelola sekolah tinggal dalam satu lingkup asrama sehingga pendidikan kognisi, afektif, dan psikomotorik siswa dapat terlatih secara lebih baik dan optimal. Boarding school yang baik dijaga dengan ketat agar tidak terkontaminasi dengan pengaruh buruk yang berasal dari pergaulan luar, namun masyarakat sering memaknai dengan konotasi negatif.

Apakah boarding school yang baik adalah yang masih konvensional dan sangat menutup diri?”

Sebagian besar boarding school di Indonesia yang memiliki kualitas terbaik adalah yang masih konvensional dan menutup diri dari masyarakat umum. Hal ini dikarenakan dengan terbentuknya sifat konvensional dan menutup diri para siswa akan terhindar dari hal-hal buruk yang kini tengah terjadi di masyarakat.

  Namun kini dapat ditemui beberapa boarding school bersifat modern. Salah satunya adalah Pomosda (Pondok Modern Sumber Daya At-Taqwa) yang berada di Kabupaten Nganjuk.
Pomosda merupakan lembaga pendidikan yang berbasis kepondokan, dengan sistem moderenisasi. Pomosda berdiri sekitar tahun 1995-an, bertempat di Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Ngajuk Jawa Timur. Di Pomosda, para siswa memiliki jadwal yang telah ditetapkan dalam satu hari penuh, sehingga siswa akan memiliki kegiatan penuh yang bermanfaat dan jauh dari kata nganggur.
  Selain mengajarkan materi akademik, di Pomosda juga diajarkan berbagai ketrampilan Vokasional Skill meliputi pertanian, peternakan, tata boga, tata busana, tata rias, kerajinan kayu, jurnalistik,  dan budidaya hasil perairan.  Dengan diajarkannya ketrampilan vokasional skill diharap siswa mampu bersaing dalam bidang kewirausahaan. Setelah membuat hasil olahan pada beberapa vokasional skill, siswa juga diajarkan untuk dapat terjun dalam penjualan hasil olahan.
Dari  penjelasan singkat tersebut sudah jelas bahwa Pomosda adalah salah satu boarding school yang memiliki kualitas bermutu. Sangat tepat jika para calon siswa SMA mendaftarkan dirinya untuk bersekolah di Pomosda.  

Untuk informasi lengkap dapat anda kunjungi http://pomosda.or.id/index.php


Jumat, 24 Maret 2017

Didikan (Sudah Salah Sejak Awal)

“Benar”, satu kata yang dapat memberi seulas senyuman bagi seseorang. Berbeda jika ia mendapat kata “salah”, akan terbesit suatu hal negatif menyelimuti. Sebal, kecewa, itulah yang dirasa oleh setiap orang.
Benar dan salah selalu dijadikan setiap orang dalam mengkategorikan suatu keberhasilan dan kegagalan. Benar dan salah pula selalu dijadikan tolok ukur dalam pendidikan bangsa. Namun benar dan salah sebenarnya bukan dari metode pendidikan, seperti yang kita sangka sebelumnya. Pendidikan yang kita terapkan di sekolah tidak luput dari perwujudan pendidikan yang kita dapatkan dari rumah atau keluarga.
                Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran pengetahuan, ketrampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan berawal saat seorang bayi dilahirkan dan akan berlangsung hingga seumur hidup. Selama proses pendidikan itu berlangsung ,tanpa disadari keluaga memiliki peran pengajaran yang amat berpengaruh dalam proses pembentukan karakter dan pola pikir anak.
                Keterlibatan keluarga, khususnya orangtua adalah kuci sukses dalam keberhasilan seseorang. Anak kecil akan selalu meniru segala perilaku yang ia lihat pertama kali, entah itu perilaku salah maupun benar, apalagi jika itu dalam segi pola pikir. Dan disinilah akan menjadi fatal, jika terus diturunkan ke generasi selanjutnya. Setiap orang pasti berpikir bahwa yang dimaksud pendidikan keluarga adalah di mana orangtua sangat menyayangi dan memperhatikan seorang anak, namun pendidikan keluarga yang sebenarnya adalah pola pikir yang diturunkan orangtua kepada anak.
Sebagai contoh, jika seorang anak kecil sedang belajar berjalan, dan di tengah perjalanan ia terjatuh kemudian menangis. Orangtua dengan sigap akan membantunya berdiri, menenangkan sang anak, dan berkata bahwa karena batu maka sang anak terjatuh. Di sinilah terbentuk kesalahan, bukan salah batu jika sang anak terjatuh, tapi salah anak jika ia terjatuh. Karena sejak awal ia sudah dibiasakan bahwa segala hal bukan atas kesalahannya, dan hingga kelak dewasa nanti sang anak akan merasa tertekan jika ia melakukan suatu kesalahan. Ia selamanya akan sulit menerima adanya kenyataan.

Dan inilah yang tengah saya rasakan, sulit bagi saya untuk mengatakan bahwa “ini kesalahan saya”. Saya rasa segala hal yang saya lakukan sama dengan yang orang-orang lakukan pada umumnya. Namun kembali pada awal,  kami semua dewasa karena pengaruh pola pikir orangtua yang salah.   


Sang Narasumber Urban Farming (Seminar Peduli Sampah #IndonesiaBebasSampah2020)

Menjadi narasumber dalam sebuah seminar besar bukanlah hal mudah bagi setiap orang, apalagi makna seminar “besar” kali ini berbeda dari biasanya, seminar ini bukan hanya dihadiri oleh kalangan biasa melainkan dihadiri oleh para mahasiswa, sarjana, dan dosen dibeberapa perguruan tinggi terkemuka. “Seminar Peduli Sampah”, begitulah sang ketua panitia menetapkan judul seminar yang diadakan oleh Komunitas Sahabat Bumi.
                Pagi ini terasa berbeda, karena kami berada di kota Sidoarjo. Kota yang berada tidak jauh dari Surabaya, tempat diadakannya “Seminar Peduli Sampah”.
“Assalamu’alaikum..” salam kami ketika memasuki ruang keluarga Pak Fadli yang merupakan ketua cabang Sidoarjo. “Waalaikumsalam..” jawab seorang pria yang terlihat sedang menikmati paginya dengan menghisap sebatang rokok.  Agus Jember, begitulah orang-orang kerap menyebutnya. Beliau merupakan salah satu narasumber dari Seminar Peduli Sampah. Dan siapa sangka jika narasumber sebuah seminar kali ini merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta yang terkena Drop Out hingga ia memutuskan untuk mengakhiri masa kuliahnya. Inilah yang membuat saya tertarik untuk mengangkat kisah pria berusia 40 tahun tersebut dengan pertanian untuk tulisan saya kali ini.
Dengan beberapa guyonan untuk mencairkan suasana, kami menyambung pembicaraan. Mahasiswa DO jurusan teknik mesin tersebut memulai kehidupan barunya pada tahun 1997 dengan menjadi salah satu pengampu dari kegiatan Vokasional Skill kerajinan kayu di SMA Pomosda (Pondok Modern Sumber Daya At-Taqwa), beberapa produk yang dapat dihasilkan oleh para muridnya yaitu piring, gelas yang berbahan utama kayu. Namun setelah satu bulan menjadi pengampu, beliau mendapat tugas dari pimpinan Pomosda untuk beralih menekuni budidaya ternak dan lebih diutamakan pada budidaya padi. “Sangat di luar dugaan.. awalnya saya menekuni di bagian teknik trus harus beralih ke pertanian. Merupakan suatu yang sangat sulit. Tapi dengan pangestu dari Beliau (pimpinan Pomosda), saya mencoba untuk memulai hal baru tersebut” ucap beliau dengan suara lirih.
Beberapa keganjilan sempat ia rasakan, seperti kurangnya pengetahuan dalam bidang pertanian, namun tidak terhenti begitu saja, ia terus maju dengan mencari ilmu yang dapat diperoleh dari mencari referensi dan berbagi pengalaman dengan para petani. Dan hal tersebut dapat ia buktikan sekarang dengan menjadi narasumber Urban Farming dalam Seminar Peduli Sampah. “Asal dijalankan. Istiqomah dan tuma’ninah pasti bisa” itulah semangatnya dalam menjalani kehidupan barunya di pertanian. Setelah tiga tahun merasa enjoy dengan pertanian, ia terus menekuninya, bahkan bertukar ilmu dan sharing dengan beberapa insiyur. “Mbak Lutfi itu salah satunya. Dia merupakan juara nasional pencetus ani-ani. Materi yang disampaikan mampu mengurangi kerugian dengan cara menggali dari kognitif ke kuantitatif” tambah pak Agus.
Beberapa persiapan untuk menjadi narasumber seperti berkoordinasi dengan panitia, meng- update masalah pertanian beberapa waktu terakhir ini telah ia siapkan sebelumnya. “Kalau untuk kendala pertanian mungkin nanti menggunakan masalah sampah karena sampah itu edukasinya sulit. Padahal sudah ada bank sampah, tapi memang masih tetap kesulitan dalam menangani sampah”. Di persentasinya nanti, ia juga akan bekerjasama dengan komunitas Sahabat Bumi, dan Pak Philip sang pencetus FELITA (Fermentasi Limbah Rumah Tangga). Tak tertinggal akan dimunculkan juga pengetahuan tentang program tanaman sela yang juga merujuk pada Kemandirian Pangan yang merupakan program dari Pomosda.
“Lalu trik bapak untuk mempengaruhi para peserta seminar bagaimana?” tanya kami memecah keheningan yang sempat muncul. “Yang pasti dengan cara memotivasi bagaimana manfaat dari sampah. Selain itu menggunakan point sehat. Semua orang pastinya ingin sehat” jawabnya melanjut wawancara. Pria asal Jember tersebut berharap dengan adanya seminar ini, masyarakat bisa sadar untuk memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Selain itu akan terduplikasi dari adanya edukasi atau pembelajaran tersebut kepada khalayak.
“Terimakasih, Pak sudah berbagi beberapa pengalaman” pungkas kami menutup sesi wawancara kali ini. Waktu sudah menunjukkan jam 08.55 WIB, segera Pak Agus dan kami harus bersiap untuk mengikuti Seminar Peduli Sampah yang diadakan di Perpustakaan Bank Indonesia Surabaya. “Oke.. sampai berjumpa nanti di seminar” jawab Pak Agus diiringi dengan sunggingan di kedua sudut bibir.
Jalanan pagi ini ramai lancar, begitulah kota Surabaya menjelang siang. Padahal hari ini merupakan weekend, beruntungnya kami tidak merasakan kemacetan yang membosankan. “Ayo turun.. kita sudah sampai” ajak Frita. Parkiran terlihat cukup penuh, namun di luar tidak ramai pula. Sudah dapat dipastikan bahwa seminar sudah dimulai.
Benar saja, saat kami duduk diantara para peserta seminar terlihat seorang pria tinggi berkulit putih sedang menjelaskan materi FELITA. Philip Latief, seorang ahli mikrobakteria merupakan salah satu narasumber selain Pak Agus pada seminar Peduli Sampah yang merupakan pencetus FELITA. Cukup karismatik dan pembawaannya sangat meyakinkan para peserta seminar, itulah penilaian pertama saya melihatnya menyampaikan materi.
Setelah penjelasan dari pak Philip, kemudian dilanjut oleh Pak Agus. Tidak jauh berbeda dari pak Philip, ia menjelaskan dengan baik dan sangat santai.
Di sela persentasi dari Pak Agus. Saya mencoba menggali beberapa informasi dari panitia dan peserta seminar. “Cukup bagus kok persentasi dari kedua narasumber. Sangat nyambung lah inti dan tujuannya. Ingin Indonesia bebas sampah dan dapat mengolah sampah. Seminar ini tentunya sangat berguna untuk kedepannya”, komentar satu peserta seminar mengakhiri hasil tulisan saya kali ini. Sangsalah at berguna dan bermanfaat untuk diduplikasikan kepada beberapa teman saya nantinya, sama seperti hasil yang diinginkan oleh Pak Agus. Dapat terduplikasi dari edukasi.      


                
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html