Menjadi narasumber dalam sebuah seminar besar bukanlah hal
mudah bagi setiap orang, apalagi makna seminar “besar” kali ini berbeda dari
biasanya, seminar ini bukan hanya dihadiri oleh kalangan biasa melainkan
dihadiri oleh para mahasiswa, sarjana, dan dosen dibeberapa perguruan tinggi
terkemuka. “Seminar Peduli Sampah”, begitulah sang ketua panitia menetapkan
judul seminar yang diadakan oleh Komunitas Sahabat Bumi.
Pagi ini
terasa berbeda, karena kami berada di kota Sidoarjo. Kota yang berada tidak
jauh dari Surabaya, tempat diadakannya “Seminar Peduli Sampah”.
“Assalamu’alaikum..” salam kami
ketika memasuki ruang keluarga Pak Fadli yang merupakan ketua cabang Sidoarjo.
“Waalaikumsalam..” jawab seorang pria yang terlihat sedang menikmati paginya
dengan menghisap sebatang rokok. Agus
Jember, begitulah orang-orang kerap menyebutnya. Beliau merupakan salah satu
narasumber dari Seminar Peduli Sampah. Dan siapa sangka jika narasumber sebuah
seminar kali ini merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta
yang terkena Drop Out hingga ia
memutuskan untuk mengakhiri masa kuliahnya. Inilah yang membuat saya tertarik
untuk mengangkat kisah pria berusia 40 tahun tersebut dengan pertanian untuk
tulisan saya kali ini.
Dengan beberapa guyonan untuk mencairkan suasana, kami
menyambung pembicaraan. Mahasiswa DO jurusan teknik mesin tersebut memulai
kehidupan barunya pada tahun 1997 dengan menjadi salah satu pengampu dari kegiatan
Vokasional Skill kerajinan kayu di SMA Pomosda (Pondok Modern Sumber Daya
At-Taqwa), beberapa produk yang dapat dihasilkan oleh para muridnya yaitu
piring, gelas yang berbahan utama kayu. Namun setelah satu bulan menjadi
pengampu, beliau mendapat tugas dari pimpinan Pomosda untuk beralih menekuni
budidaya ternak dan lebih diutamakan pada budidaya padi. “Sangat di luar
dugaan.. awalnya saya menekuni di bagian teknik trus harus beralih ke
pertanian. Merupakan suatu yang sangat sulit. Tapi dengan pangestu dari Beliau (pimpinan Pomosda), saya mencoba untuk memulai
hal baru tersebut” ucap beliau dengan suara lirih.
Beberapa keganjilan sempat ia
rasakan, seperti kurangnya pengetahuan dalam bidang pertanian, namun tidak
terhenti begitu saja, ia terus maju dengan mencari ilmu yang dapat diperoleh
dari mencari referensi dan berbagi pengalaman dengan para petani. Dan hal
tersebut dapat ia buktikan sekarang dengan menjadi narasumber Urban Farming dalam Seminar Peduli
Sampah. “Asal dijalankan. Istiqomah
dan tuma’ninah pasti bisa” itulah
semangatnya dalam menjalani kehidupan barunya di pertanian. Setelah tiga tahun
merasa enjoy dengan pertanian, ia
terus menekuninya, bahkan bertukar ilmu dan sharing dengan beberapa insiyur. “Mbak Lutfi itu salah satunya. Dia merupakan
juara nasional pencetus ani-ani. Materi yang disampaikan mampu mengurangi
kerugian dengan cara menggali dari kognitif ke kuantitatif” tambah pak Agus.
Beberapa persiapan untuk menjadi
narasumber seperti berkoordinasi dengan panitia, meng- update masalah pertanian
beberapa waktu terakhir ini telah ia siapkan sebelumnya. “Kalau untuk kendala
pertanian mungkin nanti menggunakan masalah sampah karena sampah itu edukasinya
sulit. Padahal sudah ada bank sampah, tapi memang masih tetap kesulitan dalam
menangani sampah”. Di persentasinya nanti, ia juga akan bekerjasama dengan
komunitas Sahabat Bumi, dan Pak Philip sang pencetus FELITA (Fermentasi Limbah
Rumah Tangga). Tak tertinggal akan dimunculkan juga pengetahuan tentang program
tanaman sela yang juga merujuk pada Kemandirian Pangan yang merupakan program
dari Pomosda.
“Lalu trik bapak untuk
mempengaruhi para peserta seminar bagaimana?” tanya kami memecah keheningan
yang sempat muncul. “Yang pasti dengan cara memotivasi bagaimana manfaat dari
sampah. Selain itu menggunakan point
sehat. Semua orang pastinya ingin sehat” jawabnya melanjut wawancara. Pria asal
Jember tersebut berharap dengan adanya seminar ini, masyarakat bisa sadar untuk
memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Selain itu akan terduplikasi dari adanya
edukasi atau pembelajaran tersebut kepada khalayak.
“Terimakasih, Pak sudah berbagi
beberapa pengalaman” pungkas kami menutup sesi wawancara kali ini. Waktu sudah
menunjukkan jam 08.55 WIB, segera Pak Agus dan kami harus bersiap untuk
mengikuti Seminar Peduli Sampah yang diadakan di Perpustakaan Bank Indonesia
Surabaya. “Oke.. sampai berjumpa nanti di seminar” jawab Pak Agus diiringi
dengan sunggingan di kedua sudut bibir.
Jalanan pagi ini ramai lancar,
begitulah kota Surabaya menjelang siang. Padahal hari ini merupakan weekend,
beruntungnya kami tidak merasakan kemacetan yang membosankan. “Ayo turun.. kita
sudah sampai” ajak Frita. Parkiran terlihat cukup penuh, namun di luar tidak
ramai pula. Sudah dapat dipastikan bahwa seminar sudah dimulai.
Benar saja, saat kami duduk
diantara para peserta seminar terlihat seorang pria tinggi berkulit putih
sedang menjelaskan materi FELITA. Philip Latief, seorang ahli mikrobakteria merupakan salah satu
narasumber selain Pak Agus pada seminar Peduli Sampah yang merupakan pencetus
FELITA. Cukup karismatik dan pembawaannya sangat meyakinkan para peserta
seminar, itulah penilaian pertama saya melihatnya menyampaikan materi.
Setelah penjelasan dari pak
Philip, kemudian dilanjut oleh Pak Agus. Tidak jauh berbeda dari pak Philip, ia
menjelaskan dengan baik dan sangat santai.
Di sela persentasi dari Pak Agus.
Saya mencoba menggali beberapa informasi dari panitia dan peserta seminar.
“Cukup bagus kok persentasi dari kedua narasumber. Sangat nyambung lah inti dan
tujuannya. Ingin Indonesia bebas sampah dan dapat mengolah sampah. Seminar ini
tentunya sangat berguna untuk kedepannya”, komentar satu peserta seminar
mengakhiri hasil tulisan saya kali ini. Sangsalah at berguna dan bermanfaat untuk
diduplikasikan kepada beberapa teman saya nantinya, sama seperti hasil yang
diinginkan oleh Pak Agus. Dapat terduplikasi dari edukasi.
Keren..... cuma saja font tulisannya yang agak gimana gitu
BalasHapusiya.. makasih mas
BalasHapus